Tradisi Lam le di Blangkejeren Lintasgayo.com |
Kutacane (01 Juni 2018), Lam le adalah
sebuah tradisi yang populer dan berkembang di kalangan masyarakat Gayo
dan Alas di Kabupaten Aceh Tenggara dan Kabupaten Gayo Lues. tradisi ini
dilakukan untuk menyambut Malam ke-27 Ramadhan, dimana bertepatan dengan
malam lailatul qadar.
Pada malam itu anak-anak di kutacane
maupun di Blangkejeren akan menghiasi halaman rumahnya dengan obor atau lilin yang
sangat banyak sebagai penerangan di depan rumah, tak hanya di depan pekarangan rumah. sering kali obor atau lilin juga
diletakkan di tepi-tepi jalan raya.
Selain obor, malam lam le juga sering
disemarakkan dengan permainan jalu meriam buluh (adu meriam
bambu) antar kampung, yang mana akan terjadi adu gengsi, kampung mana
yang memiliki meriam bambu paling keras suaranya yang mana akan
memberikan kembanggaan tersendiri bagi pemenangnya. jalu meriam buluh
dilakukan oleh anak-anak Gayo-Alas biasanya seusai sholat trawih.
Motif Pemasangan obor pada malam ke-27 Ramadhan bagi sebagian
orang-orang tua di Kutacane adalah mereka percaya bahwa pada malam itu
kerabat atau saudara mereka yang sudah meninggal dunia akan turun ke
bumi dan mengunjungi mereka yang masih hidup.
Dengan harapan semakin
banyak obor dihidupkan arwah mereka akan semakin mudah untuk menemukan
rumah kerabatnya yang masih hidup, bahkan masih ada segelintir
masyarakat di Kutacane yang masih mempraktekkan tradisi menyediakan makanan
kesukaan kerabat atau saudara mereka selagi masih hidup dulu di suatu
tempat, biasanya diletakkan kamar Almarhum sewaktu masih hidup dulu.
Lain halnya tradisi di Gayo, bagi kaum ibu di masyarakat Gayo, mereka
akan menumbuk tepung untuk membuat kue lepat untuk menyambut hari raya
idul fitri pada malam ke-27 Ramadhan ini.
Lam le juga di kenal di masyarakat Minang dengan istilah "Malam Duo Tujuah" dan juga di
lampung barat dengan istilah malam pitu likur/Pitu Likokh, yang mana motifnya hampir
sama dengan menyalakan obor atau lilin yang banyak dengan harapan arwah nenek
moyang mereka tidak tersesat mencari alamat rumah sanak familinya
kelak.
Seiring berjalannya waktu, Tradisi Lam le kini
hanyalah sebagai sarana hiburan di malam ke 27 ramadhan dan identik
dengan kegembiraan anak-anak di Kutacane dan Blangkejeren menyambut
malam lailatul qadar. terlepas benar atau tidaknya kepercayaan
segelintir orang di Kutacane yang menyakini pada malam ke-27 Ramadhan
kerabat atau saudara mereka yang sudah meninggal dunia akan turun ke
bumi dan mengunjungi mereka yang masih hidup. itu saya kembalikan lagi
kepada pribadi masing-masing, semoga kita dijauhkan dari segala yang
dilarang oleh Allah SWT, Aamiin, Wassalam.