Tampak Korban bergelimpangan

dari Rakyat Gayo-Alas

di Benteng Kute Likat

C:NetherlandsFotoMuseum












NB : Klik sekali iklan Adsensenya ya teman-teman, dengan mengklik iklan tersebut tandanya anda mendukung blog ini update setiap harinya. Yang pasti Gratis 







Kutacane (1 April 2017), Benteng
pertahanan rakyat Alas di kampung Kute Likat menjadi sasaran kedua bagi
serangan kolonial Belanda setelah Kute Reh. Kute Likat termasuk dalam daerah
kekuasaan Kejuruan Batu Mbulen. Kute Likat ini dipertahankan oleh orang-orang
Gayo Lues keturunan Raja Kemala Derna yang telah lama bermukim di Tanah Alas,
ditambah lagi dengan pasukan pejuang Gayo Lues yang mengundurkan diri dari
medan perang Gayo Lues, disamping Alas sendiri.









Pada
tanggal 20 Juni Van Daalen mengambil keputusan untuk menyerang Kute likat tanpa
memberi peringatan terlebih dahulu. Serangan tersebut dilancarkan dengan
kekuatan 11 brigade pasukan Marsose.
Perlawanan rakyat Alas dengan Pasukan Belanda adalah perlawanan pedang melawan
peluru. Akibatnya, pertahanan rakyat Alas-Gayo hancur dan hampir seluruh lelaki
dan wanita yang hidup dibinasakan oleh Marsose kecuali hanya tersisa 2 orang
saja[1].





Sebelumnya,
setelah kekalahan rakyat Alas yang dibantu oleh rakyat Gayo Lues yang
mengundurkan diri dari tanah kelahirannya mengundurkan diri kembali ke Benteng
Kute Likat yang terletak di Kute Likat yang merupakan salah satu wilayah bagian
dari kejuruan Mbatu Mbulan sekarang pada zaman kemerdekaan Kute Likat termasuk
kedalam Desa Likat, Kecamatan Bambel, Kabupaten Aceh Tenggara.





Menurut
Informasi yang diberikan oleh Berakan (Mata-mata pribumi Belanda anak dari Uwen
Berakan, Raja Mbatu Mbulen yang masih tetap menentang keberadaan Belanda di
Tanah Alas) bahwa benteng Kute Likat telah dipersiapkan dengan sangat matang
jauh-jauh hari  baik pria, wanita dan
anak-anak bahu membahu memperkuat benteng tersebut, dan bahkan dari informasi
yang dihimpun oleh Berakan, Uwen Berakan ayahnya bersama penghulu cik (Haji Ja’far
Alias Uwen Kahar) sedang berada di dekat pegunungan Perat dan akan segera
menuju dan memperkuat benteng Likat.





Tanggal
17 Juni, Benteng Kute Likat yang dipertahankan oleh para syuhada rakyat
Alas-Gayo menolak dengan tegas untuk tunduk kepada Kaphe Belanda yang hendak menjajah negeri mereka, bagi mereka lebih
baik mati berlumur darah dari pada hidup bergelimang harta tapi dijajah oleh Kaphe Belanda, pesan ini pun disampaikan
oleh Penghulu Mbiak Muli dan Haji Deris yang telah berdamai dan tunduk pada
tangan pasukan Belanda pimpinan Kapten Van Daalen setelah berhasilnya benteng
Kute Reh dikuasai.





Mendapat
informasi dari Penghulu Mbiak Muli dan Haji Deris, Van Daalen mengutus
perwiranya Kapten Stolk untuk melihat secara lebih jelas bagaimana pertahanan
yang dibangun di benteng tersebut selama perjalanannya ke Benteng Likat, kapten
Stolk dan pasukannya mendapatkan serangan secara sporadis dari kelompok kecil
pejuang Alas, pada saat penyerangan kedua pasukan pimpinan kapten Stolk berhasil
menahan 5 orang pejuang Alas salah satunya termasuk Haji Ali dan keluarga
Kejurun Batu Mbulen. Dalam pemeriksaan ditemukan cap Kejurun dari Sultan Aceh
Darussalam, barang-barang dan beberapa jumlah uang dari tangan Haji Ali. Dari gambaran
yang didapat oleh kapten Stolk benteng likat yang dibangun oleh pasukan Alas
yang dibantu oleh rakyat Gayo Lues yang mengudurkan diri tak begitu jauh
perbedaannya dengan benteng-benteng terdahulu yang telah ditundukkan oleh
pasukan Van Daalen di Tanoh Gayo Lues maupun di benteng Kute Reh.





20
Juni Van Daalen mengambil keputusan untuk menyerang Kute Likat tanpa memberikan
suatu ultimatum atau sebuah peringatan yang biasa dan lazim dilakukan dizaman
itu apabila akan dilakukan sebuah peperangan. 





Serangan
ke Kute Likat dilancarkan dengan kekuatan 11 brigade pasukan Marsose. Empat
brigade dipimpin oleh Winter dibantu oleh Letnan Christoffel, Tiga brigade di
bawah pimpinan Letnan Watrin dibantu oleh Letnan Sraam Morris yang merupakan
pasukan penggempur. Selain itu, 3 seksi di bawah Kapten de Graaf dan Deigorde
ditugaskan mengawasi lapangan dan pasukan kesehatan termasuk ambulan yang
dibantu pula oleh 250 orang hukuman/pemikul barang yang berasal dari Tanah Jawa,
Batak dan Maluku. Segera setelah komando penyerbuan itu dikeluarkan, maka
pasukan penggempur segera bergerak mengepung Kute Likat berdasarkan rencana
yang telah ditetapkan. Setiap pasukan bergerak menuju titik sasaran tanpa
mengeluarkan tembakan. Baru setelah seluruh pasukan mencapai titik sasaran di
sekeliling dinding kute, secara serentak pasukan Marsose menaiki dinding
benteng dengan bedil dan bayonet terhunus.





 Dari atas dinding benteng mereka melepaskan
tembakan gencar ke dalam benteng. Serangan itu segera mendapat balasan dari
pasukan rakyat. Rakyat menyerang pasukan Marsose dengan bersenjata pedang dari
tempat-tempat persembunyian mereka. Dengan senjata bedil dan tombak serta
pedang terhunus mereka menyerbu secara berkelompok maupun secara perorangan ke
tengah-tengah pasukan Marsose tanpa memperdulikan hujan peluru yang diarahkan
kepada mereka. Di sektor lambung kiri pertahanan rakyat sangat kuat dan sangat
sukar ditembus. Mereka bertahan di atas tangga-tangga bambu dan tidak mau
beranjak dari sana, bertahan dengan nekad dan fanatik sampai mereka terjatuh
oleh peluru.

Perang antara pedang lawan peluru juga terjadi dalam benteng itu. Baik pria
maupun wanita sama-sama memegang pedang dan tombak untuk menghalau musuh.
Semangat bertempur yang membara menyebabkan mereka tidak takut kehilangan
nyawa.




Pasukan Marsose dengan persenjataannya yang modern mempergunakan kesempatan itu
untuk menghancurkan dan membunuh semua penduduk yang mereka jumpai dalam
benteng. Hampir seluruh lelaki yang hidup dibinasakan oleh serdadu Marsose
kecuali hanya tersisakan 2 orang saja. Walaupun semangat bertempur yang tinggi
dari rakyat, tetapi karena keunggulan senjata dan taktik perang pasukan
Marsose, Kute Likat akhirnya jatuh ke pihak Belanda.





Seperti
biasanya Kempees mencatat korban-korban dalam pertempuran ini. Kali ini korban
pihak Alas adalah 432 orang tewas, di antaranya 220 orang pria, 124 wanita, dan
88 orang anak-anak. Korban yang luka-luka berat dan ringan 51 orang, di
antaranya 2 orang pria, 17 orang wanita, dan 32 orang anak-anak. Yang kedapatan
masih hidup hanya 7 orang anak-anak. Korban pihak Belanda adalah 19 orang, di
antaranya 1 orang mati, 18 orang luka-luka termasuk Let. Kol. Van Daalen
sendiri dan Kapten Watrin luka berat. Selama pertempuran 5.500 peluru telah
ditembakkan, dan 87 pucuk senjata rakyat Alas dapat dirampas oleh Belanda.




Tokoh penting Aman Jata yang telah dikejar-kejar semenjak di Kute Lintang, Gayo
Lues, yang mula-mula mengundurkan diri ke Kute Badak, kemudian ke Kute Rikit
Gaib, kemudian ke Kute Penosan, Tampeng dan kemudian mengundurkan diri ke
daerah Alas ternyata telah menggabungkan diri dengan pejuang Alas yang
mempertahankan Kute Likat. Akan tetapi dalam pertempuran di Kute Likat itu,
Aman Jata berhasil lolos dan kembali lagi ke daerah Gayo Lues. Dia tetap tidak
mau menyerah kepada Belanda. Bagaimana nasib ia selanjutnya tidak diketahui[2].





Namun
sayang, besarnya pengorbanan para pejuang Tanoh Alas melawan penjajahan Belanda
seakan tidak diperdulikan sama sekali oleh pemerintah Aceh Tenggara dewasa ini
hal ini terbukti dengan beredarnya kabar bahwa benteng likat dengan luas 2
Hektar telah dialih fungsikan menjadi kebun dan bahkan menjadi perumahan warga
nantinya yang tidak memiliki lahan dengan alasan telah lama menjadi kebun
mereka. Menurut Sudirman S,pd kepal desa Likat situs sejarah ini tidak pernah
dilestarikan oleh pemerintah, sehingga banyak warga yang tidak mengetahui, area
itu sebagai arena perlawanan para syuhada melawan Belanda. Dia menyebutkan,
dari yang diketahuinya, terdapat dua makam pahlawan perjuangan Kemerdekaan RI
yang telah ditumbuhi semak-semak, pohon kelapa, kakao dan komoditi lainnya
(2013)[3]
semoga diharapkan dengan terpilihnya bupati pilihan rakyat agara priode
2017-2022 kali ini lebih memperhatikan situs-situs bersejarah yang ada di
Kabupaten Aceh Tenggara, Sejarah kita terdahulu adalah jati diri kita sekarang,
jangan sekali-kali melupakan sejarah, sejarah adalah suatu cara yang paling
tepat untuk membangun suatu negri agar tak tergelincir kedua kalinya terhadap
sejarah yang sama.








[1] Kemendikbud.go.id




[2] Di Akses dari http://rakaiskandar.blogspot.co.id/2009/02/perlawanan-rakyat-di-kute-likat.html
pada pukul 15:28 WIB Tanggal  01
April 2017




[3] Diakses dari http://aceh.tribunnews.com/2013/04/03/situs-sejarah-jadi-perumahan
pukul 15:36  tanggal 01 April 2017