Penulis : Riduwan,S.H,
1.1 Latar Belakang
Aceh adalah sebuah provinsi di Indonesia. Aceh terletak di ujung utara
pulau Sumatera dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. Ibu
kotanya adalah Banda Aceh. Jumlah penduduk provinsi ini sekitar
4.500.000 jiwa. Letaknya dekat dengan Kepulauan Andaman dan Nikobar di
India dan terpisahkan oleh Laut Andaman. Aceh berbatasan dengan Teluk
Benggala di sebelah utara, Samudra Hindia di sebelah barat, Selat Malaka
di sebelah timur, dan Sumatera Utara di sebelah tenggara dan selatan.
Aceh memiliki 13 suku bangsa asli. Yang terbesar adalah Suku Aceh yang
mendiami wilayah pesisir mulai dari Langsa di pesisir timur utara sampai
dengan Trumon di pesisir barat selatan. Suku lain nya adalah Suku Gayo
yang mendiami
wilayah pegunungan di tengah Aceh. Selain itu juga dijumpai suku-suku
lainnya seperti, Aneuk Jamee di Aceh Selatan, Singkil dan Pakpak di
Subulussalam, Alas di Aceh Tenggara, Kluet di Aceh Selatan dan Tamiang
di Aceh Tamiang, dan di Pulau Simeulue terdapat Suku Sigulai.
Hasil sensus penduduk tahun 2010 menunjukkan hasil sebagai berikut:
Aceh (70,65%), Jawa (8,94%), Gayo (7,22%),Batak (3,29%) Alas
(2,13%),Simeulue (1,49%), Aneuk Jamee (1,40%), Tamiang (1,11%) Singkil
(1,04%), Minangkabau (0,74%), lain-lain (1,99%).
Dengan banyaknya suku bangsa yang mendiami Provinsi paling barat
Indonesia ini juga memberikan pengaruh tersendiri tak hanya terhadap
kehidupan sosial, adat tetapi juga dengan musik yang berkembang di Aceh,
Musik yang berkembang di Aceh sangatlah dinamis mengikuti jaman dari
masa kemasa, yang mana dengan ciri khas musiknya sangat dipengaruhi oleh
nuansa Islami.
Makalah kali ini akan membahas tentang aliran musik yang berkembang di
Aceh yang kami ambil sempel secara garis besar menceritakan tentang alat
musik, tarian dan aliran lagu daerah yang populer di Aceh (Suku Aceh,
Gayo dan Alas) tanpa mengecilkan musik-musik daerah lainnya yang
berkembang di Provinsi Aceh.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Dengan memperhatikan judul dari makalah kali ini, maka
dirumuskan masalah-masalah untuk dijadikan pedoman penelitian agar
mencapai sasarannya, adapun masalah-masalah yang akan diteliti adalah
sebagai berikut :
- Alat Musik yang berkembang di Aceh, Gayo dan Alas?
- Tarian Daerah di Aceh, Gayo dan Alas?
- Perbedaan Musik daerah di Aceh, Gayo dan Alas?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 ALAT MUSIK YANG BERKEMBANG DI ACEH, GAYO dan ALAS
2.1.1 Aceh
Di Aceh terdapat banyak sekali
jenis alat musik yang diantaranya seperti Arbab, serune kalee, rapaii,
yang dari ketiga alat musik tersebut berasal dari India dan Arab.
Arbab sendiri terdiri dari 2 bagian yaitu Arbabnya sendiri (instrumen
induknya) dan penggeseknya (stryk stock) dalam bahasa daerah disebut :
Go Arab. Instrumen ini memakai bahan : tempurung kelapa, kulit kambing,
kayu dan dawai
Musik Arbab pernah
berkembang di daerah Pidie, Aceh Besar dan Aceh Barat. Arbab ini
dipertunjukkan pada acara-acara keramaian rakyat, seperti hiburan
rakyat, pasar malam dsb. Sekarang ini tidak pernah dijumpai kesenian
ini, diperkirakan sudah mulai punah. Terakhir kesenian ini dapat dilihat
pada zaman pemerintahan Belanda dan pendudukan Jepang.
Serune Kalee merupakan isntrumen tradisional Aceh
yang telah lama berkembang dan dihayati oleh masyarakat Aceh. Musik ini
populer di daerah Pidie, Aceh Utara, Aceh Besar dan Aceh Barat.
Biasanya alat musik ini dimainkan bersamaan dengan Rapai dan Gendrang
pada acara-acara hiburan, tarian, penyambutan tamu kehormatan. Bahan
dasar Serune Kalee ini berupa kayu, kuningan dan tembaga. Bentuk
menyerupai seruling bambu. Warna dasarnya hitam yang fungsi sebagai
pemanis atau penghias musik tradisional Aceh.
Rapai terbuat dari bahan dasar berupa kayu dan
kulit binatang. Bentuknya seperti rebana dengan warna dasar hitam dan
kuning muda. Sejenis instrumen musik pukul (percussi) yang berfungsi
pengiring kesenian tradisional.
Rapai ini banyak jenisnya :
Rapai Pasee (Rapai gantung), Rapai Daboih, Rapai Geurimpheng (rapai
macam), Rapai Pulot dan Rapai Anak.
2.1.2 Gayo
Dataran Tinggi Gayo juga menyumbang beberapa alat musik unik
tersendiri yang menambah khasanah budaya di Aceh seperti Canang dan
teganing.
Alat Musik Teganing Credit: AntaraNews |
Teganing dimainkan dengan cara memukulnya dengan pegeul (stick) ke talinya dengan tangan kanan dan tangan kiri memukul-mukul badan Teganing pengganti repa’i atau gegedem sebagai tingkahnya.
Teganing dulu digunakan oleh gadis-gadis (beberu) Gayo untuk mengisi
waktu senggang sambil menjaga jemuran padi agar tidak dimakan ayam atau
merpati. Namun, seiring dengan perkembangan zaman jarang terlihat beberu
memainkan teganing sambil menunggui jemuran padi di kampung-kampung.
Saat ini alat musik Teganing dimainkan untuk mengiringi tarian khas
Gayo.
Canang adalah alat bunyian yang terbuat
dari tembaga. Canang masuk kedalam alat kesenian Gayo walau apada
awalnya benda ini bukan untuk alat kesenian untuk mengiringi
lagu-tembang.
Masa dulu canang dipergunakan untuk
beberapa kegiatan diantaranya untuk menyambut tamu-tamu kebesaran.
Akibat geografi Gayo dulunya jika ada orang hilang di hutan-perkebunan,
maka canang dibunyikan agar orang yang hilang ini dapat mendengar dan
kembali ke arah suara canang.
Dalam acara adat perkawinan, sunat
rasul, tawar kampung maupun acara ‘Nirin Reje” (memandikan raja) zaman
dulu canang selalu dipakai oleh masyarakat. Acara adat perkawinan
seperti ‘Mah Atur” Rangkaian adat dari pihak wanita, “Mah Bai”
(mengantar penganten laki-laki). “Nyerah bejege” dan lain sebagainya.
Bangsi/Bansi Alas adalah jenis Instrumen alat musik tiup bambu
tradisional yang tumbuh dan berkemang di Lembah Alas, Kabupaten Aceh
Tenggara, panjang bangsi/bansi sendiri lebih kurang panjang 41
cm dan berdiameter 2,8 cm, yang mana memiliki 7 buah lubang dibagian
atas bansi yang setiap lubangnya semakin ke ujung akan semakin lebar.
dari 7 buah lubang memiliki fungsinya tersendiri yang terbagi dalam enam
buah lubang nada, dan satu buah lubang udara yang letaknya dekat dengan
tempat yang ditiup.